Terbongkar! Ini Tujuh Kebobrokan KPK 

Terbongkar! Ini Tujuh Kebobrokan KPK 
Kantor KPK

JAKARTA - Akhirnya, sampailah panitia Khusus (Pansus) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bentukan DPR RI itu pada tahap kesimpulan dan kinerjanya. Pansus pun kemudian membeberkan hasil dan temuannya berkenaan pelaksanaan tugas dan kewenangan komisi antirasuah tersebut. 

Dalam pemaparannya, pansus mengungkap sejumlah kebobrokan KPK. Hal itu didapat berdasarkan kajian atas laporan, pengaduan, aspirasi baik dari organisasi, lembaga meupuan perorangan, mahasiswa dan LSM.

Selain itu, data pansus juga didapatkan melalui ke BPK, Mabes Polri, Kejaksaan Agung dan instansi di lingkungan Kemenkumham. Termasuk pemeriksaan dari sejumlah saksi di bawah sumpah dan wawancara terekam dengan sejumlah pihak di lapangan.

Hal itu diungkap anggota Panitia Pansus Angket KPK M Misbkahun yang membacakan press release kepada wartawan di Media Center DPR, Senin (21/8/2017).

Selain Misbakhun, tampak pula Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunanjar, Wakil Ketua Pansus Masinton Pasaribu dan anggota lainnya yakni Arteri Dahlan (PDIP) dan Jhon Kenedy Aziz (Golkar).

Menurut Misbakhun, dalam rapat internal pansus, pihaknya juga melakukan pendalaman terhadap semua bentuk informasi yang diperoleh. Hasilnya yang diperoleh, ada sebelas butir temuan yang djadikan rekomendasi sementara Pansus. 

Pertama, dari aspek kelembagaan KPK bergerak sendiri dan menjadikannya sebagai lembaga sumber body yang tidak siap dan tidak bersedia di kritik dan diawasi. “Termasuk menggunakan opini media untuk menekan para pengkritiknya,” kata Misbakhun.

Kedua, kelembagaan KPK dengan argumen independennya mengarah kepada kebebasan atau lepas dari pemegang cabang-cabang kekuasaan negara.

Pansus KPK menilai hal ini sangat mengganggu dan berpotensi terjadinya abuse of power dalam sebuah negara hukum dan negara demokrasi sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945.

Ketiga, KPK yang dibentuk bukan atas mandat kontitusi akan tetapi oleh UU 2002 sebagai tindak lanjut atas perintah pasal 43/1999 sebagai pengganti UU 3/1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sudah sepatutnya mendapat pengawasan yang ketat dan efektif dari lembaga yang membentuknya yakni para anggota DPR secara terbuka dan terukur.

Keempat, Lembaga KPK dinilai Pansus dalam menjalan tugas, fungsi dan kewenangan sebagaimnana yang diatur dalam UU 30/2002 tentang KPK belum bersesuaian atau patuh atas azas-azas yang meliputi azas kepastian hukum, keterbukaan. akuntabilitas, kepentingan umum dan profesionlitas sebagaimana yang diatur dalam pasal 5 UU KPK.

Kelima, dalam menjalankan fungsi koordinasi, KPK cendrung berjalan sendiri tanpa mempertimbangkan eksistensi, jati diri, kehormatan dan kepercayaan publik atas lembaga-lembaga negara, penegak hukum,“KPK mengedepankan praktik penindasan melalui pemberitaan opini dari pada politik pencegahan,” kata Misbakhun.

Keenam, dalam hal supervisi, KPK lebih cenderung menangani sendiri tanpa koordinasi, dibandingkan dengan tugas mendorong, memotivasi dan menngarahkan kembali instansi seperti Kepolisian dan Kejaksaan.

Ketujuh, dalam menjalankan fungsi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, KPK sama sekali tidak berpedoman kepada KUHAP dan mengabaikan prinsip-prinsip HAM bagi para pihak yang menjalani pemeriksaan. (fry/pojoksatu.id)


Berita Lainnya

Index
Galeri